Wednesday, June 3, 2009

Ibuku sayang, Ibuku malang..!!

Sebuah kejadian yang patut mendapat tempat untuk direnungkan bersama. Saya sangat terkejut tatkala membaca kemudian melihat berita seorang ibu yang masuk ke bui gara-gara menulis emai keprihatinannya terhadap sebuah rumah sakit berkelas internasional. Berawal dari email yang dikirim oleh seorang Ibu bernama Prita ke 10 temannya, email tersebut berisikan kekesalannya atas pelayanan yang diberikan oleh sebuah rumah sakit swasta ditangerang  yang tak dinyanah kemudian beredar secara luas ke Mailing list. Sehingga Si Ibu ini dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit yang lumayan berkelas ini. Dia dijerat Pasal 27 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Yang pada awalnya di BAP dengan oleh Pasal 310-311 kemudian oleh kejaksaan dia kembali dijerat dengan Pasal 27 UU no. 11 tentang ITE dengan hukuman maksimal 6 tahun dan denda 1 Milyar. Memang referensi hukum mengatakan bahwa UU ini ada dan berlaku mengikat, dan olehnya itu saya kira perlu dikaji ulang. Bunyinya: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”  

Ini saya kira akan menjadi momok baru dalam hal penggunaan internet media elektronika lainnya karena bernada multi interpretasi. Kalau memperhatikan kasus Ibu Prita seharusnya yang dikenakan adalah semua penyebar, para moderator milis, bahkan individu yang memforward pesan ini harus dijerat dengan pasal yang sama. Tapi buktinya tidak demikian. Selain itu pasal tersebut tidak memberikan pembenaran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembelaan kepentingan umum. Bukankah Ibu ini berbicara untuk mengingatkan waspada terhadap pelayanan yang sifatnya money-oriented?

Saya tidak habis pikir dijaman demokrasi sekarang ini dimana kebebasan beropini dan kemerdekaan berpendapat selalu dijunjung tinggi, ternyata ada juga yang ‘menghargai’ kebebasan ini dengan hukuman ‘hotel prodea’ ala penjahat.

Kasus Ibu prita yang ditahan selama tiga pekan ini boleh menjadi tonggak pembelengguan hak-hak berdemokrasi di Indonesia. Hak rakyat untuk menyampaikan keluhan ternyata mendapat ancaman oleh penegak hukum. Penjara Ibu Prita adalah penjara terhadap kebebasan berpendapat. Keprihatinan terhadap kasus ini seperti yang diperlihatkan oleh beberapa pihak, harusnya menjadi keprihatinan kita semua. Penggunaan pasal pidana terhadap kasus prita ini membungkam kebebasan berpendapat yang sudah sekian lama kita perjuangkan. Dari kasus di atas terbersit pertanyaan: Apakah lembaga publik tidak lagi mau menampung kritikan/keluhan? Atau Apakah kita sudah sangat bebas dalam menyampaikan kritikan? Untuk siapa hukum ini dibuat?? 

 

Wassalam

 

 

 

2 comments:

  1. Sangat ironis memang kalau istilah "DEMOKRASI" yang katanya "peniadaan belenggu" kpd suatu masyarakat dalam suatu negara yang menganutnya untuk bebas mengemukakan pendapat dan opini.
    Hal ini sudah menimpa salah seorang warga negara kita yang konon dikenakan pasal 27 UU no 11 thn 2008 ttg ITE seperti yg banyak sekarang muncul di layar kaca.
    Merunut lebih jauh ttg pasal tersebut pada dasarnya berawal dari munculnya RUU anti pornografi dan aksi hingga pada saat dibahasnya rancangan tersebut oleh kaum legislatif di Senayan menghasilkan beberapa poin antara lain ttg etika berbicara melalui media electronik, email, sms dst. sehingga hemat saya adalah wajar jika ibu Prita sekarang harus berurusan dgn para penegak hukum karena terjerat oleh aturan yang sudah ditetapkan tadi. Namun jauh ke dalam, sy masih kurang sepakat dengan mereka yang membuat aturan-aturan tersebut yang sy kira sangat tidak berimbang.
    Apakah ulama di Indonesia terlalu mengintervensi aturan-aturan yang ada atau para legislator yang kebablasan menerjemahkan makna pornografi dan aksi yang dimaksud ulama tersebut. permasalahannya saya pikir lebih pada 2 hal itu.

    thx.. wassalam

    ReplyDelete
  2. Ya begitulah ternyata kita memang masih perlu belajar dan belajar lagi bagaimana makna berdemokrasi yang sebenarnya...

    ReplyDelete