Konflik telah menciptakan berbagai malapetaka kemanusiaan, jumlah korban dan kerugian materil serta keterpurukan ekonomi selalu menjadi barometer betapa konflik telah merusak sendi-sendi kehidupan umat manusia diberbagai belahan dunia. Intervensi pun dilakukan oleh dunia international sebagai wujud dari tanggung jawab moral masyarakat international terhadap luka serta duka mendalam yang dialami oleh saudara mereka belahan dunia yang lain.
Konflik merusak kehidupan masyarakat dengan memusnahkan institusi politik, melululantahkan infrastruktur, melumpuhkan sumber daya, dan mengganggu jaringan bisnis dan interaksi sosial. Pembangunan pun dilakukan sebagai respon atas terhentinya denyut nadi pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari ‘tamu tak diundang ini’.
Pembangunan memiliki tujuan akhir yang mulia yaitu mengurangi kemiskinan, namun niat baik ini terhalang oleh kerusakan akibat konflik kekerasan sehingga mustahil menjangkau tujuan mulia ini tanpa menempatkan isu konflik sebagai agenda pertama dan utama.
Jadi pembangunan tidak hanya dipengaruhi oleh konflik, namun disaat yang bersamaan pembangunan juga memiliki dampak terhadap konflik. Berpijak dari pemikiran inilah mengapa isu konflik harus diletakkan sebagai batu pertama pembangunan ekonomi daerah postkonflik.
Apa itu pembangunan yang sensitif konflik?
Ada beberapa makna yang terkandung di dalam pembangunan sensitif konflik, diantaranya adalah:
- Mengerti pada konteks mana pembangunan dilakukan. Untuk mengerti konteks konflik maka selayaknya organisasi donor melakukan analisa konflik dan mengupdate analisa tersebut sepanjang waktu secara teratur.
- Mengetahui interkasi antara intervensi pembangunan yang dijalankan dengan konteks yang ada. Dalam tingkatan ini organisasi pendonor harus mampu menghubungkan tindakan intervensi yang diambil dengan analisa konflik kedalam perencanaan, implementasi, monitoring, dan evalusi aktifivitas-aktivitasnya (proramme cycle).
- Untuk menghindari dampak-dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang ditimbulkan oleh pembangunan di daerah postkonflik organisasi pendonor harus mengubah aktivitas-aktivitasnya, partner kerja dilapangan, atau cara mereka bekerja dilapangan.
Pendekatan sensitif konflik ini memang membutuhkan analisa konflik yang dilakukan secara teratur. Tidak mengherankan jadinya kalau didalam beberapa referensi menyebutkan bahwa kunci dari pembangunan sensitif konflik terletak pada analisa konfliknya. Tetapi juga perlu diingat bahwa analisa konflik bukanlah ‘the whole story’, dari pendekatan sensitif konflik ini. Apa yang terjadi di Kenya selayaknya menjadi pelajaran yang berharga bahwa analisa konflik bukan satu-satunya faktor penentu kebijakan pembangunan di daerah postkonflik. Kalau di suatu daerah sudah dianggap stabil maka tidak terlalu krusial kiranya untuk melakukan analisa konflik.
‘There’s no long-term security without development, there is no development without security,” Kofi Annan, 2006
No comments:
Post a Comment